Salukat dan Jalan Baru Gamelan: Dekonstruksi Tradisi dalam Penciptaan Dewa Alit

Rabu, 16 April 2025 : 16:59

 

Gianyar – Dalam lokacipta bertajuk Melampaui Tradisi: Komposisi dan Penciptaan Baru, komposer Dewa Alit membedah perjalanan Gamelan Salukat sebagai medan eksperimentasi musikal yang tidak hanya berpijak pada warisan tradisi, tetapi juga mengusulkan arah baru penciptaan komposisi gamelan di tengah kompleksitas dunia kontemporer.

Pada sesi masterclass Festival Mi-Reng: New Music for Gamelan, Senin (14/4), Dewa Alit menguraikan bagaimana Salukat sejak 2007 dikembangkan sebagai sistem pelarasan alternatif—dengan struktur, teknik permainan, dan orkestrasi yang terus berubah. Pendekatan ini memungkinkan lahirnya karya-karya yang memperluas cakrawala estetika gamelan, menembus batas bentuk, fungsi, dan ekspektasi bunyi yang konvensional.


Melalui Gamelan Salukat, Dewa Alit telah mengeksplorasi struktur, teknik permainan, dan orkestrasi baru dalam gamelan, bahkan ragam ansambel baru yang terbukti  menciptakan karya-karya dengan capaian kebaruan yang memperluas medan kreativitas yang menyajikan kompleksitas ritmik, dinamika harmoni yang unik, serta interaksi antara pelarasan dan tekstur suara.

Mengingat, komposisi gamelan telah berkembang melalui berbagai bentuk inovasi dan kreativitas yang lintas batas, baik dalam struktur musikal, teknik permainan, maupun dalam hubungannya dengan konteks sosial dan budaya.

Dalam masterclass itu, Dewa Alit, juga membahas pendekatan penciptaan baru yang tidak hanya berakar pada tradisi, tetapi juga berupaya melampaui batasan konvensional.

Masterclass ini mengajak peserta untuk memahami bagaimana penciptaan komposisi baru dapat dilakukan melalui dekonstruksi dan rekonstruksi elemen-elemen gamelan secara terus menerus (dinamis), serta bagaimana komposisi gamelan dapat berinteraksi dengan konsep musikal dari berbagai tradisi lain sekaligus melahirkan medan cipta baru.
 
Dewa Alit diakui baik secara lokal maupun internasional sebagai komposer klasik kontemporer untuk gamelan dan non-gamelan, yang dikenal dengan jalan yang radikal namun dengan perhatian dan pemahaman baik pada nilai-nilai tradisional dalam musik. 


Dewa Alit mendirikan grup gamelan pada tahun 2007, diberi nama Gamelan Salukat, yang khusus memainkan komposisi pendirinya. Instrumen Gamelan Salukat adalah sejenis gamelan baru yang didesain oleh Dewa Alit sendiri. Gamelan Salukat telah tour keluar negeri sejak 2009 dan tampilkan karya Dewa Alit pada audien di festival musik di luar negeri, termasuk Roskilde Music Festival di Denmark (2018), Rudolstadt Festival di Germany (2018), Rewire Festival di Belanda (2022), Borealis Festival di Norway (2023), dan lain-lain. Karya Dewa Alit dari album “Chasing the Phantom” (Black Truffle, 2022) terpilih sebagai salah satu “the year's top releases” oleh majalah musik UK “The Wire” dan koran AS “The New York Times” untuk kategori contemporary classical.

Pada kesempatan itu, dijelaskan pula Salukat berasal dari dua akar kata, yaitu "Salu" dan "Kat". Salu berarti rumah, Kat berarti melebur atau lahir kembali. Rumah sebagai tempat melebur gagasan-gagasan dan ide-ide kreatif, untuk melahirkan kembali karya-karya baru yang inovatif.

"Ide dari barungan gamelan Salukat itu sendiri berangkat dari keinginan untuk menggabungkan dua laras yang berbeda, dengan konsep harmoni," terangnya.

Laras yang lebih tinggi disebut Saih Cenik, laras yang lebih rendah disebut dengan Saih Gede. Saih adalah tangga nada yang disusun berdasarkan interval atau jarak nada yang mengacu kepada suatu sistem suara gamelan.

Dalam ruang lingkup musik gamelan di Bali, lanjutnya saih juga sering dihubungkan dengan karakteristik atau ciri khas masing-masing jenis gamelan, seperti Saih Gong Gede di Panglipuran Bangli, Saih Palegongan di Desa Ketewel, Saih Kebyar di Gladag, Badung.  

Salukat dibuat untuk memenuhi kebutuhan komposer didalam mengekspresikan ide-ide musik ke dalam konteks yang lebih luas. "Gagasan lahirnya Gamelan Salukat muncul dari keinginan untuk mencari jati diri lewat pemaknaan eksplorasi bunyi yang kemudian dihadirkan sebagai bahasa musik yang bersifat universal," ungkapnya.

Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, dengan cara menyerap ide-ide musik yang berasal dari fenomena-fenomena global sebagai material, Salukat telah menunjukan transformasi dan visi kebaruan yang nyata.  

Sejak awal dibuat pada tahun 2005 sampai sekarang (2025), Gamelan Salukat mengalami 4 kali perubahan sistem pelarasan. Hal ini terjadi, karena sejalan dengan perkembangan komposisi komposer (penggagas Gamelan Salukat) di dalam memenuhi perkembangan ide-ide musiknya.

Menurutnya, Salukat adalah sejenis gamelan baru di era ini. Sebagai instrumen, ia sendiri sudah mengalami perubahan sambil beradaptasi untuk relevansi terutama pada sistem pelarasan.

Ia juga telah melahirkan perspektif baru untuk generasinya tentang musik gamelan yang sudah mentradisi mampu tampil kembali sebagai kekuatan baru, dengan bahasa yang baru dan hidup sebagai musik yang mandiri.

Dengan pembuktian melalui karya-karya komposisi musik, ia telah menciptakan ruang yang seluas-luasnya untuk mengekspresikan ide-ide kreatif sebagai roh yang melahirkan spirit kebaruan.

Oleh karena itu, Gamelan Salukat adalah Gamelan Evolusi yang menawarkan konsistensi dan prinsip keberanian atas hak perubahan.

"Keberadaannya merupakan ekspresi dari naluri mengenai  jawaban atas pertanyaan masa depan musik gamelan," urainya. Aspek-aspek material yang terkandung dalam Gamelan Salukat, pada proses perkembangan dari waktu ke waktu telah memunculkan hubungan timbal balik.

Kecenderungan saling memengaruhi diantara perkembangan instrumen dengan perkembangan musiknya dalam kontek proses penciptaan komposisi, secara tidak langsung memotivasi munculnya ide-ide baru.

Hal ini terjadi, karena sama-sama menyediakan ruang yang memungkinkan untuk merangsang ide-ide kebaruan itu sendiri.

Dewa Alit menambahkan, bunyi nada atau saih yang berhubungan dengan penotasian  pada gamelan tradisi sangat sulit berlaku. Cara penulisan dengan menggunakan notasi ding dong tidak relevan, karena simbol bunyi tidak cukup untuk mewakili nada-nada yang ada. Kerumitan sistem pelarasan menjadi faktor sangat menantang pada korelasi antara cara penulisan, fungsi notasi dan pembahasaan nilai-nilai musikal dalam proses mengkomunikasikan ide-ide musik kedalam bentuk yang lebih konkrit.
 
Di sisi lain, pemain masih sangat sulit melafalkan bunyi nada dan saih-saih yang ada, karena faktor kebaruan sistem pelarasan. Semua komposisi musik dimainkan melalui daya ingat dan tingkat kecerdasan yang memadai.

Dalam proses latihan, para pemain dituntut menggunakan daya pikir kreatif untuk mencari cara sendiri dengan persepsi masing-masing pada proses menghafal bagian-bagian musiknya.
 
Seperti yang disebutkan sebelumnya, semua aspek-aspek yang berhubungan dengan laras masih sangat sulit dilafalkan.

"Saya sendiri menggunakan dua jenis notasi yaitu notasi angka dan notasi barat (not balok). Notasi angka dipergunakan untuk lebih mudah di dalam proses penuangan bagian-bagian komposisi kepada pemain ketika latihan," jelasnya.

Sedangkan, notasi barat dipergunakan sebagai cara didalam mewujudkan ide-ide musik sebelum dituangkan sama pemain. Proses penotasian ide berjalan sejajar antara penggunaan notasi angka dengan notasi barat.

Instrumen baru biasanya selalu menantang munculnya musik baru. Begitu juga sebaliknya, ide-ide baru dalam proses komposisi, cendrung menawarkan gagasan untuk membuat instrumen baru.

Sinergisitas hubungan diantaranya sangat bermanfaat tidak hanya bagi kemajuan musik, tetapi juga memberikan akses yang lebih luas terhadap perkembangan pembuat instrumen itu sendiri.

"Pada bagian ini, saya akan menjelaskan tentang proses mengaktualisasikan ide-ide imajinatif menjadi realitas komposisi musik dengan tehnik komposisi yang saya susun sendiri serta menunjukan contoh-contoh yang saya ambil dari karya-karya saya untuk Gamelan Salukat," sebutnya.

Transformasi bentuk ke bentuk dalam komposisi Genetic (2011) dengan cara memformulasikan bentuk-bentuk pola menjadi satu motif, kemudian menyusun kembali bentuk motif tersebut ke bentuk motif yang berbeda dengan tujuan menghasilkan jalinan (kesatuan) bunyi yang bersifat baru.

Masterclass dilakukan secara langsung (tatap muka) di lokasi. Sesi melibatkan presentasi, diskusi, dan praktik langsung sesuai dengan tema masing-masing masterclass.

Acara itu dihadiri dari berbagai kalangan berlangsung selama lima sesi dari tanggal 2 - 14 April di Ketewel, Gianyar. Mi-Reng Festival dihadiri Kurator, Wayan Gde Yudane dan Warih Wisatsana.

Kegiatan itu diselenggarakan oleh Mi-Reng, didukung oleh Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan, dan kali ini bekerja sama pula dengan Bentara Budaya Bali. (ID/WW)
Berbagi Artikel