Energi dan motivasi kreatif Umbu Landu Paranggi yang luar biasa memang terbukti mampu menggerakkan banyak orang dari berbagai latar dan lapisan. Sedini pagi, Selasa, 6 April 2021, laman media sosial dipenuhi ucapan duka cita dari para sastrawan, seniman, hingga tokoh-tokoh publik. Mulai dari penyair-penyair Bali, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Juru Bicara Presiden Fadjroel Rahman, menyampaikan sungkawa dan kesedihan atas kepergian penyair berjuluk “Presiden Malioboro” ini. Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, S.Sn.,M.Si., beserta segenap civitas akademikanya juga menyampaikan duka cita mendalam atas berpulangnya maestro Umbu Landu Paranggi.
Umbu Landu Paranggi/Foto: Istimewa |
Umbu bersama Ngurah Gede Pemecutan/Foto: Istimewa |
Umbu dirujuk ke Rumah Sakit Bali Mandara pada Sabtu, 3 April 2021 malam atas rekomendasi dari Istri Gubernur Bali Putri Suastini Koster. Putri Koster yang memang pegiat teater dan puisi sedini muda memberikan atensi khusus dalam penanganan Umbu. Pemerintah Provinsi Bali juga mengapresiasi dedikasi guru para penyair ini dengan mempersembahkan penghargaan Bali Jani Nugraha 2020.
Diungkapkan Wayan Jengki Sunarta, Umbu masuk RS Bali Mandara Sabtu, 3 April 2021 malam manakala kondisinya menurun drastis setelah sebelumnya Umbu “berpuasa”, tidak mau makan selama tiga hari. Menurut keterangan dokter, sebagaimana dilanjutkan oleh sastrawan Ketut Syahruwardi Abbas, Umbu berpulang karena mengalami gangguan pernafasan dan gagal ginjal.
Umbu Landu Paranggi, lahir di Kananggar, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943. Umbu melanjutkan sekolah di SMA BOPKRI I Yogyakarta, kuliah di Jurusan Sosiatri, Fakultas Sosial Politik, Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Hukum, Universitas Janabadra. Selama tinggal di Yogyakarta, Umbu pernah mengasuh ruang sastra di mingguan Pelopor Yogya dan turut mendirikan Persada Studi Klub. Pada masa itulah Umbu dijuluki sebagai Presiden Malioboro.
Sejak 1978 Umbu menetap di Bali dan pada Juli 1979 menjadi redaktur sastra di harian Bali Post. Seperti yang dilakukannya di Pelopor Yogya, di ruang sastra Bali Post Umbu dengan setia, tekun, dan telaten, menyemai dan merawat benih-benih sastrawan hingga tumbuh menjadi sosok-sosok yang dikenal dalam kesusastraan Indonesia, seperti Oka Rusmini, Tan Lioe Ie, Warih Wisatsana, Wayan Jengki Sunarta, Cok Sawitri, dan sebagainya. Ia aktif juga membina komunitas Jatijagat Kampung Puisi.
Umbu bersama penyair Warih Wisatsana/Foto: Istimewa |
Atas prakarsa sahabat karib Umbu, Tjie Jehnsen, pada 2019 diterbitkan sebuah buku berjudul “Metiyem, Pisungsung Adiluhung untuk Umbu Landu Paranggi”. Buku tersebut berisi sejumlah tulisan tentang kiprah Umbu dalam kesusastraan, foto kenangan, dan juga puisi-puisi Umbu.
Atas dedikasinya pada sastra dan seni budaya, Umbu memperoleh Anugerah Kebudayaan 2018 dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia; Anugerah Dharma Kusuma 2018 dari Pemerintah Provinsi Bali; Penghargaan Pengabdian pada Dunia Sastra dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan pada tahun 2019; dan Penghargaan Akademi Jakarta pada tahun 2019. (Teks:IDY)